Kamis, 03 Januari 2013

Pengertian Behaviour Based Safety (BBS)

Berbicara mengenai Behavior Based Safety atau Keselamatan Berbasis Perilaku, maka sangat jelas sekali bahwa basic atau landasan jalannya program ini adalah berdasarkan perilaku. Perilaku disini pasti sangat jelas berhubungan dengan perilaku manusia dalam hal bekerja di area kerja yang sangat banyak bersinggungan dengan alat-alat kerja, benda kerja, kendaraan kerja, langkah kerja, dan lainnya. Sebelum masuk lebih dalam ke pembahasan mengenai Behavior Based Safety, maka sebaiknya kita harus mengenali terlebih dahulu mengenai PERILAKU.

Pengertian Perilaku menurut beberapa ahli
  1. Menurut Geller (2001), perilaku mengacu pada tingkah laku atau tindakan individu yang dapat diamati oleh orang lain. Dengan kata lain, perilaku adalah apa yang seseorang katakan atau lakukan yang merupakan hasil dari pikirannya, perasaannya, atau diyakininya.
  2. Perilaku manusia menurut Dolores dan Johnson (2005 dalam Anggraini, 2011) adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan atau genetika. Perilaku seseorang dapat dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditunjukkan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar
  3. Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Dengan demikian, perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya.
  4. Skinner, merumuskan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan dan respon. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner ini disebut dengan teori “S-O-R” atau “Stimulus-Organisme-Respons”.

Faktor Penentu Perilaku Seseorang
Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda (Notoatmodjo, 2007). Faktor penentu perilaku terbagi atas 2 bagian:
  1. Faktor internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan dan berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar, misalnya tingkat pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, jenis kelamin, dan sebagainya.
  2. Faktor eksternal, meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non-fisik, seperti iklim, manusia, sosial, budaya, ekonomi, politik, kebudayaan dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan mewarnai perilaku seseorang.
Jadi, pada dasarnya perilaku manusia dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Perilaku berbeda dengan tindakan atau aksi. Tindakan atau aksi merupakan tindakan mekanis terhadap suatu stimulus sedangkan perilaku adalah suatu proses mental yang aktif dan kreatif.
Teori Perubahan Perilaku
Geller (2001) menyatakan bahwa untuk merubah perilaku-perilaku kritikal, maka fokus yang diperlukan adalah pada perilaku terbuka (overt behavior). Perubahan perilaku terjadi melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran tersebut terjadi dengan baik bila proses pembelajaran tersebut menghasilkan perubahan perilaku yang relatif permanen.
Pembelajaran tersebut mencakup tiga komponen, yaitu:
  1. Pembelajaran melibatkan perubahan
  2. Perubahan harus relatif permanen
  3. Perubahan menyangkut perilaku
Terdapat beberapa model dasar perubahan perilaku, yaitu:
  • Classical Conditioning
adalah merubah perilaku dengan memberikan conditioned stimulus, perubahan tersebut menghasilkan conditioned response. Penerapannya dalam perubahan perilaku adalah perilaku seseorang dapat berubah bila diberikan stimulus secara terus-menerus. Bila stimulus tersebut diberikan tidak terus-menerus, maka perubahan perilaku (conditioned response) tidak akan terjadi.
Dalam penerapan program Behavior Based Safety (BBS), stimulus yang diberikan terus-menerus adalah melakukan observasi perilaku secara terus-menerus dan memberikan stimulus positif, pada akhirnya akan menghasilkan perubahan perilaku kerja aman (conditioned response of safe behavior).
  • Operant Conditioning
adalah merubah perilaku dengan menghubungkan akibat yang didapatkannya. Teori ini diperkenalkan oleh B.F. Skinner, seorang ahli psikologi dari Harvard, yang menyatakan bahwa orang berperilaku sedemikian rupa untuk mendapatkan sesuatu yang ia inginkan atau untuk menghindari sesuatu yang tidak ia inginkan. Kecenderungan untuk mengulangi perilaku tertentu dipengaruhi oleh lemah-kuatnya reinforcement terhadap akibat yang didapatkan dari perilaku tertentu tersebut, oleh sebab itu, dikatakan reinforcement memperkuat perilaku dan akan menambah kecenderungan perilaku tertentu itu diulangi lagi.
Penerapannya dalam program BBS adalah bila dalam melakukan observasi perilaku kerja didapatkan pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan benar dan aman, maka pekerja tersebut harus diberi reinforcement agar pekerja tersebut mengerti bahwa yang ia lakukan sudah benar dan aman sehingga perilaku kerja aman (safe behavior) akan diulangi terus. Bila perilaku kerja aman (safe behavior) ini terus diulang, maka kecelakaan kerja dan lingkungan dapat dicegah.
  • Social Learning
adalah merubah perilaku melalui pengaruh model. Orang dapat belajar dari mengamati apa yang terjadi pada orang lain dan diajari sesuatu sedemikian rupa dari pengalaman langsung.
Penerapannya dalam program BBS adalah komitmen dan partisipasi manjemen beserta para pimpinannya secara aktif dan nyata dalam implementasi program BBS untuk menjadi model yang akan diikuti oleh seluruh jajaran dibawahnya secara aktif. Hal ini dapat mengurangi unsafe behavior menjadi safe behavior dalam bekerja.
  •  Developing Job Pride Through Behavior Reinforcement
menjelaskan bahwa perilaku dipengaruhi oleh efek yang didapatkannya. Efek yang negatif mengarah kepada kecilnya kemungkinan pengulangan perilaku. Sedangkan efek positif akan mengarah kepada pengulangan perilaku bertambah besar. Dalam prakteknya bila perilaku tertentu menghasilkan pengalaman yang negatif, misal mendapatkan hukuman, denda, menyakitkan, perasaan tidak menyenangkan dan lainnya yang negatif, maka perilaku tertentu itu cenderung untuk tidak diulangi lagi.
Bila perilaku itu mendatangkan pengalaman yang positif seperti penghargaan, kesenangan, hadiah, kepuasan, dan lainnya yang positif, maka perilaku tersebut cenderung untuk diulangi. Behavior reinforcement berbeda dengan penghargaan kepada pribadi pada umumnya. Behavior reinforcement secara jelas berhubungan dengan sesuatu yang spesifik yang telah dilakukan oleh orang itu (Bird and Gemain, 1990, dalam Geller, 2001).
Penerapannya dalam program BBS adalah penghargaaan atau perhatian positif lainnya perlu diberikan terhadap orang yang melakukan kerja aman (safe behavior). Penghargaan ataupun perhatian positif tersebut  diberikan terhadap sesuatu yang spesifik yang telah dilakukan oleh pekerja tersebut dengan aman. Pemberian hukuman akibat dari perilakunya tidak akan merubah perilaku secara permanen sebab perilaku tersebut berubah karena takut mendapat hukuman.
  •  Giving Feedback
Proses perubahan perilaku memerlukan feedback sebagai mekanisme untuk meningkatkan kepekaan terhadap error generating work habits, terutama kekeliruan yang potensial menimbulkan kecelakaan. Ada lima karakteristik feedback, yaitu:
  1. Speed, lebih cepat feedback diberikan setelah terjadinya kekeliruan, lebih cepat pula tindakan perbaikan yang akan dilakukan. Selain itu, pekerja juga dapat belajar langsung dari kekeliruan tersebut.
  2. Specificity, lebih tajam feedback difokuskan pada kekeliruan secara spesifik, maka akan lebih efektif hasilnya.
  3. Accuracy, feedback harus teliti, kekeliruan pada feedback menimbulkan tindakan yang keliru.
  4. Content, isi dari informasi yang akan disampaikan harus sesuai dengan perilaku yang diinginkan. Perilaku yang komplek memerlukan elaborasi informasi lebih rinci.
  5. Amplitude, feedback harus cukup menimbulkan perhatian terhadap pekerja, namun demikian feedback yang berlebihan dapat mengacaukan performance yang diinginkan.
Setelah mengetahui dan mendalami mengenai perilaku, selanjutnya akan dibahas lebih dalam mengenai Behavior Based Safety.
Behavior Based Safety (BBS) merupakan aplikasi sistematis dari riset psikologi tentang perilaku manusia pada masalah keselamatan (safety) ditempat kerja yang memasukkan proses umpan balik secara langsung dan tidak langsung. BBS lebih menekankan aspek perilaku manusia terhadap terjadinya kecelakaan di tempat kerja. Menurut Geller (2001), BBS adalah proses pendekatan untuk meningkatkan keselamatan kesehatan kerja dan lingkungan dengan jalan menolong sekelompok pekerja untuk:
  1. Mengidentifikasi perilaku yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
  2. Mengumpulkan data kelompok pekerja.
  3. Memberikan feedback dua arah mengenai perilaku keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
  4. Mengurangi atau meniadakan hambatan sistem untuk perkembangan lebih lanjut.
Teori Heinrich (1980, dalam Geller, 2001) tentang keselamatan kerja menyatakan bahwa perilaku tidak aman (unsafe behavior) merupakan penyebab dasar pada sebagian besar kejadian hampir celaka dan kecelakaan di tempat kerja. Oleh karena itu, dilakukan observasi mendalam trerhadap kalangan pekerja mengenai perilaku kerja tidak aman. Umpan balik mengenai observasi terhadap perilaku telah terbukti sukses dalam mengurangi perilaku tidak aman para pekerja. Umpan balik yang diberikan dapat berupa lisan, grafik, tabel dan bagan, atau melalui tindakan perbaikan.
Lebih lanjut, Cooper (2009) mengidentifikasi adanya tujuh kriteria yang sangat penting bagi pelaksanaan program Behavior Based Safety:
1. Melibatkan Partisipasi Karyawan yang Bersangkutan
BBS menerapkan sistem bottom-up, sehingga individu yang berpengalaman dibidangnya terlibat langsung dalam mengidentifikasi perilaku kerja tidak aman (unsafe behavior). Dengan keterlibatan pekerja secara menyeluruh dan adanya komitmen, kepedulian seluruh pekerja terhadap program keselamatan maka proses perbaikan akan berjalan dengan baik.
2. Memusatkan Perhatian pada unsafe behavior yang spesifik
Untuk mengidentifikasi faktor di lingkungan kerja yang memicu terjadinya perilaku tidak selamat para praktisi menggunakan teknik behavioral analisis terapan dan memberi hadiah (reward) tertentu pada individu yang mengidentifikasi perilaku tidak selamat.
3. Didasarkan pada Data Hasil Observasi
Observer memonitor perilaku selamat pada kelompok mereka dalam waktu tertentu. Makin banyak observasi makin reliabel data tersebut, dan safe behavior akan meningkat.
4. Proses Pembuatan Keputusan Berdasarkan Data
Hasil observasi atas perilaku kerja dirangkum dalam data persentase jumlah safe behavior. Berdasarkan data tersebut bisa dilihat letak hambatan yang dihadapi. Data ini menjadi umpan balik yang bisa menjadi reinforcement positif bagi karyawan yang telah berperilaku kerja aman, selain itu bisa juga menjadi dasar untuk mengoreksi unsafe behavior yang sulit dihilangkan.
5. Melibatkan Intervensi Secara Sistematis dan Observasional
Keunikan sistem Behavior Based Safety adalah adanya jadwal intervensi yang terencana. Dimulai dengan briefing pada seluruh departemen atau lingkungan kerja yang dilibatkan, karyawan diminta untuk menjadi relawan yang bertugas sebagai observer yang tergabung dalam sebuah project team. Observer ditraining agar dapat menjalankan tugas mereka. kemudian mengidentifikasi unsafe behavior yang diletakkan dalam check list. Daftar ini ditunjukkan pada para pekerja untuk mendapat persetujuan. Setelah disetujui, observer melakukan observasi pada periode waktu tertentu (+ 4 minggu), untuk menentukan baseline. Setelah itu barulah program intervensi dilakukan dengan menentukan goal setting yang dilakukan oleh karyawan sendiri. Observer terus melakukan observasi. Data hasil observasi kemudian dianalisis untuk mendapatkan feedback bagi para karyawan. Team  project juga bertugas memonitor data secara berkala, sehingga perbaikan dan koreksi terhadap program dapat terus dilakukan.
6. Menitikberatkan pada Umpan Balik terhadap Perilaku Kerja
Dalam program Behavior Based Safety, umpan balik dapat berbentuk umpan balik verbal yang langsung diberikan pada karyawan sewaktu observasi, umpan balik dalam bentuk data (grafik) yang ditempatkan dalam tempat-tempat yang strategis dalam lingkungan kerja, dan umpan balik berupa briefing dalam periode tertentu dimana data hasil observasi dianalis untuk mendapatkan umpan balik yang mendetail tantang perilaku yang spesifik.
7. Membutuhkan Dukungan dari Manager
Komitmen manajemen terhadap proses behavior based safety biasanya ditunjukkan dengan memberi keleluasaan pada observer dalam menjalankan tugasnya, memberikan penghargaan yang melakukan perilaku selamat, menyediakan sarana dan bantuan bagi tindakan yang harus segera dilakukan, membantu menyusun dan menjalankan umpan balik, dan meningkatkan inisiatif untuk bertindak selamat dalam setiap kesempatan. Dukungan dari manajemen sangat penting karena kegagalan dalam penerapan BBS biasanya disebabkan oleh kurangnya dukungan dan komitmen dari manajemen.

Referensi :
Cooper, M. D. (2009). Behavioral Safety Interventions: A Review of Process Design Factors. Safety Management, 36-45.
Geller, E.S. (2001). The Psychology of Safety Handbook. USA: CRC Press LLC, 2001.

Sumber : www.hse-info.com
»»  read more

Kamis, 14 Juli 2011

Tips Memilih Safety Shoes

 Cedera kaki bukan hanya mengancam mereka yang bekerja di lokasi konstruksi, pabrik dan lapangan, tetapi dapat mengancam hampir setiap orang yang tidak memperhatikan risiko-risiko yang ada. Penggunaan sepatu keselamatan merupakan salah satu tindakan pencegahan terbaik untuk menghindari kecelakaan kerja, terutama bagi mereka yang terlibat dalam pekerjaan berbahaya. Ketika membeli sepatu keselamatan (safety shoes), pastikan Anda memilih yang sesuai dengan kebutuhan dan standar seperti : 

1. Bagian dalam sepatu keselamatan ( safety shoes) harus pas dari tumit hingga ke ujung jari kaki
2. Pastikan grip sepatu dan sol-nya sangat kuat.
3. Semua bagian dari sepatu keselamatan harus memungkinkan jari-jari kaki  bebas bergerak i: Sepatu yang  terlalu sempit akan menghambat sirkulasi darah dan bisa menyebabkan masalah baru pada seluruh  kaki. 
4. Pastikan ada pengikat di atas sepatu untuk mencegah tergelincir saat beraktivitas:
5. Belilah sepatu dengan hak rendah rendah dan lebar: sepatu bot datar sangat dianjurkan. Hindari sepatu hak tinggi untuk keamanan yang lebih baik sepatu . Sepatu bersol datar dapat memastikan keseimbangan yang sempurna dan mengurangi rasa sakit .
»»  read more

Tips Mengendarai Motor Secara Aman

Setiap tahun, ribuan pengendara sepeda motor terluka atau terbunuh saat keluar mengendarai sepeda motor mereka.Meskipun tidak semua insiden ini berada di luar kendali mereka, ada beberapa langkah penting yang dapat Anda ambil untuk secara signifikan meningkatkan keselamatan Anda saat mengendarai sepeda motor Anda. Berikut adalah beberapa saran yang penting keselamatan sepeda motor.

Pertama, jika Anda belum melakukannya, pertimbangkanlah untuk mengambil kursus pelatihan keselamatan sepeda motor.Ada program pelatihan profesional sepeda motor diarahkan semua tingkat pengendara, baik pemula atau lanjutan. 
Program-program ini akan mengajarkan Anda segala macam manuver menghindar dan defensif penting yang dapat Anda ambil untuk menghindari tabrakan dan menjadi pengendara yang lebih aman.

Selanjutnya, ingat untuk selalu i memakai helm Anda ketika Anda berada di luar mengendarai sepeda motor Anda. Helm dapat mencegah cedera otak pada saat terjadi kecelakaan, ini mungkin langkah yang paling penting yang dapat Anda ambil untuk menyelamatkan hidup Anda. 
Ketika membeli helm, Anda harus memilih helm yang memiliki stiker DOT yang menandakan bahwa helm tersebut telah memenuhi semua persyaratan keselamatan.

Anda juga harus mempertimbangkan membeli peralatan keselamatan tambahan dan pakaian juga. Termasuk jaket motor khusus, sarung tangan, celana dan bahkan sepatu bot yang menawarkan perlindungan tubuh. Pakaian visibilitas tinggi khusus juga penting. 
Sebagai contoh, sebuah rompi dikenakan di atas jaket reflektif Anda akan sangat meningkatkan visibilitas Anda untuk pengendara di jalan.

Jika helm Anda tidak dilengkapi dengan pelindung, Anda tentu harus mempertimbangkan membeli kacamata pengaman beberapa yang tahan pecah. 
Kacamata akan melindungi mata Anda dari kaca, batu atau bentuk lain dari puing-puing di pinggir jalan yang mungkin terbang ketika anda mengendarai motor, dan pelindung juga dapat memberikan perlindungan untuk mata Anda pada saat terjadi tabrakan.

Pelindung telinga juga penting. Pelindung telinga dan perangkat yang sama dapat membantu meminimalkan potensi kerusakan pada pendengaran Anda saat mengendarai motor. Tetapi 
Anda harus masih  bisa mendengar klakson mobil atau sinyal peringatan lainnya.

Akhirnya, Anda dilarang mengendarai motor ketika mabuk  dan Anda harus selalu mengikuti peraturan lalu lintas saat mengendarai sepeda motor Anda. Jadi pastikan untuk mengikuti pengendara lain pada jarak yang aman, patuhi sinyal lalu lintas dan menjaga batas kecepatan saat mengendarai sepeda motor. 
»»  read more

Selasa, 29 September 2009

Permit to work systems


WHAT ARE PERMITS-TO-WORK?

A permit-to-work system is a formal written system used to control certain types of work that are potentially hazardous. A permit-to-work is a document which specifies the work to be done and the precautions to be taken. Permits-to-work form an essential part of safe systems of work for many maintenance activities.. They allow work to start only after safe procedures have been defined and they provide a clear record that all foreseeable hazards have been considered.

A permit is needed when maintenance work can only be carried out if normal safeguards are dropped or when new hazards are introduced by the work. Examples are, entry into vessels, hot work and pipeline breaking.

WHAT IS THE PROBLEM?

An HSE survey showed that a third of all accidents in the chemical industry were maintenance-related, the largest single cause being a lack of, or deficiency in, permit-to-work systems.

In a study of small and medium-sized chemical factories:

  • two-thirds of companies were not checking systems adequately;
  • two-thirds of permits did not adequately identify potential hazards;
  • nearly half dealt poorly with isolation of plant, electrical equipment, etc;
  • a third of permits were unclear on what personal protective clothing was needed;
  • a quarter of permits did not deal adequately with formal hand-back of plant once maintenance work had finished;
  • in many cases little thought had been given to permit form design.

While aimed primarily at the chemical industry the guidance provided may have application in other industries.

WHAT DO I NEED TO DO?

Don't assume that your system is a good one just because you have not yet had a serious accident. You should critically review your system and ask yourself the following questions.

Information

  • Is the permit-to-work system fully documented, laying down:
  • how the system works;
  • the jobs it is to be used for;
  • the responsibilities and training of those involved; and
  • how to check its operation?
  • Is there clear identification of who may authorise particular jobs (and any limits to their authority)?
  • Is there clear identification of who is responsible for specifying the necessary precautions (eg isolation, emergency arrangements, etc)?
  • Is the permit form clearly laid out?
  • Does it avoid statements or questions which could be ambiguous or misleading?
  • Is it designed to allow for use in unusual circumstances?
  • Does it cover contractors?

Selection and training

  • Are those who issue permits sufficiently knowledgeable concerning the hazards and precautions associated with the plant and proposed work? Do they have the imagination and experience to ask enough 'what if' questions to enable them to identify all potential hazards?
  • Do staff and contractors fully understand the importance of the permit-to-work system and are they trained in its use?

Description of the work

  • Does the permit clearly identify the work to be done and the associated hazards?
  • Can plans and diagrams be used to assist in the description of the work to be done, its location and limitations?
  • Is the plant adequately identified, eg by discrete number or tag to assist issuers and users in correctly taking out and following permits?
  • Is a detailed work method statement given for more complicated tasks?

Hazards and precautions

  • Does the system require the removal of hazards and, where this is not reasonably practicable, effective control? Are the requirements of The Control of Substances Hazardous to Health Regulations 1994 (COSHH) and other relevant legislation known and followed by those who issue the permits?
  • Does the permit state the precautions that have been taken and those that are needed while work is in progress? For instance, are isolations specified and is it clear what personal protective equipment should be used?
  • Do the precautions cover residual hazards and those that might be introduced by the work, eg welding fume and vapour from cleaning solvents?
  • Do the Confined Spaces Regulations 1997 apply? If so, has a full risk assessment identified the significant risks and identified alternative methods of working or necessary precautions?

Procedures

  • Does the permit contain clear rules about how the job should be controlled or abandoned in the case of an emergency?
  • Does the permit have a hand-back procedure incorporating statements that the maintenance work has finished and that the plant has been returned to production staff in a safe state?
  • Are time limitations included and is shift changeover dealt with?
  • Are there clear procedures to be followed if work has to be suspended for any reason?
  • Is there a system of cross-referencing when two or more jobs subject to permits may affect each other?
  • Is the permit displayed at the job?
  • Are jobs checked regularly to make sure that the relevant permit-to-work system is still relevant and working properly?

ESSENTIALS OF THE PERMIT-TO-WORK FORM

The permit-to-work form must help communication between everyone involved. It should be designed by the company issuing the permit, taking into account individual site conditions and requirements. Separate permit forms may be required for different tasks, such as hot work and entry into confined spaces, so that sufficient emphasis can be given to the particular hazards present and precautions required.

The essential elements of a permit-to-work form are listed in the diagram. If your permit does not cover these it is unlikely to be fully achieving its purpose.

»»  read more

Safety Officer duties and resposibilities


1. To develop, implement and monitor Board Occupational Health and Safety Policy, Programs, and
Procedures;
2. To assist the Board in complying with current health and safety legislation and/or regulations with the
objective of ensuring that all reasonable and proper measures are taken to protect the safety and
health of learners, staff and visitors;
3. To establish budget proposals for the operation of the Occupational Health and Safety office and
specific training programs;
4. To increase health and safety awareness at all levels within the organization;
5. To investigate and report on all serious/critical personal injury accidents occurring to students, staff
and/or visitors to the appropriate senior official, and to assist in the investigation of all
accidents/incidents that result in substantial damage to Board vehicles and property;
6. To investigate and report on complaints of hazardous working conditions to the Associate Director
and/or other appropriate senior staff;
7. To respond to employees’ safety concerns;
8. To conduct, as necessary, the safety inspection of any Board facility;
9. To assist the Board’s Joint Occupational Health & Safety Committees;
10. To respond to fires and other emergencies on or about the Board property;
11. To coordinate registration and removal of hazardous waste;
12. To receive reports from and respond to orders issued by Department of Labor inspectors;
13. To arrange for Occupational Health and Safety testing and/or evaluations of the workplace by
external agencies/consultants as may be necessary;
14. To act as liaison with all related governmental bodies and regulating agencies;
15. To coordinate the training of personnel in areas of safety, including first aid, CPR, accident
prevention and investigation, work place inspections and other matters related to implementing safety
procedures in Board facilities;
16. To coordinate the Board’s emergency procedures and act as the Board’s emergency on-site
coordinator;
17. To assist executive staff, senior administrators, principals and supervisors in emergency preparedness;
18. To develop, review, and update appropriate sections of the Board’s Emergency Procedures Manual;
19. To liaise with municipal and State Emergency planners, update plans, organize exercises and evaluate
procedures;
20. To liaise with the fire department regarding emergency procedures, communications and fire safety
education programs;
21. To coordinate the selection and distribution of emergency communications equipment to schools and
administrative/support departments;
22. To assume other duties as may be assigned.
»»  read more

CELL PHONE HEALTH HAZARDS


What is a cell phone? How does it work?
A cell phone is a portable phone that uses a network of “base stations” or fixed antennas, that allow users to call from almost any location. The phones send and receive radio frequency signals to and from the base station. Base station antennas often are mounted on towers, but can also sit on rooftops, water towers, power poles, and other tall structures. All cell phones are tested according to government standards and cannot be marketed or sold unless they have passed these standards.
What is RF?
Electromagnetic radiation consists of waves of electric and magnetic energy moving together (radiating) through space. Radio waves and microwaves released by transmitting antennas are one form of electromagnetic energy. They are called “radio frequency” or “RF” energy or radiation. Often the term “electromagnetic field” or “radio frequency field” is used to indicate the presence of electromagnetic or RF energy.
RF radiation should not be confused with ionizing radiation, such as x-rays or gamma rays. RF fields have lower energy and therefore cannot cause ionization (potentially resulting in chemical changes) in the body. RF fields are non ionizing radiation.
What is non ionizing radiation?
Non ionizing radiation has lower energy and longer wavelength than ionizing radiation. It is not strong enough to change the structure of atoms it contacts but may be strong enough to heat tissue. Examples include radio waves, microwaves, visible light, and infrared.
What is ELF?
Another type of non ionizing electromagnetic radiation is emitted by electric current (such as overhead power lines or anything else with electricity flowing through it). This type of electromagnetic radiation is extremely low frequency (ELF). RF radiation is much higher frequency than ELF radiation, even though they are both non ionizing.
Does using a cell phone cause health problems? Can using one cause cancer?
The possible health effects of RF radiation have been studied for many decades, mostly in laboratory research with animals or cell samples. Most of these studies did not consider the types of exposure people experience when using cell phones because that technology did not exist. In the last 10 years, hundreds of new research studies have been done to more directly study possible effects of cell phone use. Although some studies have raised concerns, the scientific research, when taken together, does not indicate a significant association between cell phone use and health effects.
Since the public continues to be concerned; there are ongoing studies being conducted by many researchers including the World Health Organization, WHO. In addition to investigating the association of cell phone use and cancer, other health effects are being studied, including effects on the eyes, sleep and memory problems, and headaches.

The Food and Drug Administration (FDA) has reported one additional potential health effect. Studies have shown that when some cellular phones are placed very close to implanted cardiac pacemakers, interference with the pacemaker's normal delivery of pulses can occur. For most digital phones, and for most pacemakers now in use, this does not have an effect if the phone is more than about six inches from the implanted pacemaker. Thus the operation of these pacemakers would not be disturbed with the phone used in the normal talking position.

Do cordless telephones emit radiation?
Cordless telephones work the same as cell phones. The only difference is that the cordless phone is limited to being close to the single base unit to which it belongs, while a cell phone can be carried around all across the country because it can connect to the many base stations that the cell phone system has.
»»  read more

Rabu, 05 Agustus 2009

Forklifts: 7 Tips for Keeping Workers Safe


Most workplaces couldn't do without forklifts. But they certainly could do without forklift accidents and the resulting injuries. These tips can help keep both forklift operators and pedestrians safe.
(These tips are provided courtesy of our sister publication, the Cal/OSHA Compliance Advisor)
A truck driver from Iowa delivered new light poles to the football field at Frontier High School in Bakersfield, CA. He was watching another worker unload the poles with a forklift when the load shifted. A pole fell and hit him in the stomach, fatally injuring him.
A farm worker from Kettleman City, CA, walked around behind his forklift only to be crushed against it by another forklift driver who was backing up.
A forklift driver in Arvin, CA, was killed when he walked in front of his forklift and his raised load of carrots fell on him.
These three accounts all tell essentially the same story: If you have forklifts in your workplace, you have a hazard.
The following safety tips can help you address some of the most dangerous circumstances and keep your forklift operators and other workers safe:
Tip 1: No unauthorized operators. Forklift operators must have special training that is specific to both the workplace and the type of forklift they will be operating. Unauthorized workers operating forklifts—such as an employee who jumps on the forklift to move an item "just to help out"—are extremely dangerous to themselves and others. Make sure that all of your workers know that only trained operators can operate forklifts. Also, be sure workers under age 18 know that it is illegal for minors to operate forklifts.

Tip 2: Handle with care. The forklift itself is a hazard, but the load can be, too. Train operators and other workers to stack and secure the load so that it will not shift during transport. When the forklift is in motion, the load should be carried as close to the ground as possible.
Tip 3: Keep clear of the load. A raised load on a forklift is just like any other raised load—a hazard to anyone close enough to be struck by it if it falls. Emphasize to forklift operators and other workers that they have to stay clear of raised loads—not just out from under them but out from in front of them and a clear distance to the side, too. That distance may need to be larger as the load is raised higher.
Tip 4: Use the right forklift. The forklift has to be made for the conditions it will be used in—indoor, outdoor, or both; rough terrain or smooth concrete; or potentially flammable atmospheres. Even the load must be considered when choosing a forklift, such as how much the load weighs and how the load will need to be maneuvered.
Tip 5: Know the territory. Terrain affects forklift balance and handling; for example, even a pothole can be a tip-over hazard under unfortunate circumstances. Forklift operators need to know how to safely navigate up and down slopes and around corners, both with and without a load. If they work outdoors they also need to know how to deal with weather conditions. Workers who will be loading and unloading trucks or railcars need to know how to secure dock plates and bridge plates.

Tip 6: Maintain visibility. The hazard that kills a forklift operator or other worker could be the one he or she never sees coming. Provide clearly visible markings at edges of loading docks and other areas where forklifts could roll off, along with other precautions such as guardrails and chains. Warn drivers that going from bright light to dim light can blind them just long enough for them to strike another object or person, so they need to take special care under these conditions. Don't stack materials at corners in a way that obstructs an operator's visibility, and use mirrors to show both operators and pedestrians what's coming around the corner.
Tip 7: Separate the men from the machines. The combination of forklifts and workers on foot is a deadly one—usually for the worker on foot. As much as possible, create separate aisles for workers on foot and mechanical equipment. Instruct operators to look in the direction of travel at all times and keep a clear view of where they're going.
»»  read more

Free Download Area


Safety Pictures

Blog Archive

 

Copyright © 2009 by Quality Health Safety Environment